Seperti juga lagu-lagu lainnya yang bisa digunakan untuk hal-hal yang bersifat gembira atau yang bernadakan sedih, maka lagu-lagu tilawatil Qur’an pun demikian. Misalnya kalau kebetulan ayat-ayat yang dibaca menceritakan tentang kabar gembira seperti mendapat nikmat, datangnya utusan Allah, tentang orang-orang yang masuk surga, maka seyogyanya lagu-lagu yang dibawakan harus bernadakan gembira juga. Sebaliknya, bilamana ayat-ayat yang dibaca menerangkan tentang ancaman, siksa, atau azab neraka, maka lagu-lagu yang dibawakan harus bernadakan sedih.
Adapun lagu-lagu yang bernadakan gembira antara lain:
1. Bayyati 2. Rost 3. Nahawand
Sedang lagu-lagu yang bernada sedih adalah:
1. Sika 2. Hijaz 3. Shoba 4. Jiharka
Kegunaan lain lagu-lagu tilawatil Qur’an selain bisa diterapkan dengan bacaan TAHQIQ (bacaan lambat/pelan seperti dalam aturan MTQ), juga bisa diterapkan dalam bacaan TARTIL (bacaan sedang, seperti yang dipakai dalam tadarrus maupun shalat), bahkan bacaan-bacaan yang lebih cepat lagi dari keduanya seperti bacaan TADWIR atau HADR. Caranya cukup dengan suara yang sedangsaja tidak perlu memakai nada tinggi, juga mengurangi fariasi-fariasinya, lagu-lagu cabangnya maupun panjang pendek bacaannya. Tentunya harus sesuai dengan aturan Ilmu Tajwid. Jelasnya apabila lagu-lagu tersebut dipakai untuk keperluan bacaan-bacaan yang lebih cepat, maka gaya lagunya harus disederhanakan .
Perlunya kita terapkan lagu-lagu tilawatil Qur’an ke dalam bacaan-bacaan semacam tartil dan sebagainya. Agar dalam membaca Al-Qur’an kita bisa lebih berfariasi dan tidak cepat jemu dengan hanya memakai satu atau dua lagu daja, tetapi bisa memakai semua lagu yang ada dengan cara berganti-ganti misalnya hari ini membaca Al-Quran dengan memakai lagu bayyati besok lagu hijaz, dan seterusnya.
Lagu-lagu tersebut bisa juga diterapkan ke dalam bacaan-bacaan seperti adzan, berdo’a, syair-syair qasidah. Khususnya untuk keperluan lagu-lagu tausyih, maka kita bisa lebih bebas membawakan fariasi maupun hoya lagu yang bermacam-macam dan tidak banyak terikat sebagaimana lagu-lagu tilawatil Qur’an yang harus mengikuti aturan tajwidnya, sebab perlu diketahui, bahwa keberadaan atau fungsi lagu hanyalah untuk memperindah bacaan Al-Qur’an saja, sedangkan bacaan-bacaan Al-Qur’an itu sendiri mempunyai aturan-aturan yang wajib diikuti dan tidak boleh dikalahkan oleh lagu, bahkan lagulah yang harus mengikuti pada aturan-aturan tajwid.
1 komentar:
bukannya nahwand itu bernada sedih ya...
Posting Komentar